Rabu, 27 Januari 2016

Kenangan Kota Lasem


Daerah Lasem di Rembang seperti hampir terlupakan wisatawan. Padahal kota ini dulunya merupakan pusat perdagangan di masanya. Bangunan berarsitektur oriental di kota ini, membuatnya sering disebut sebagai Little Tiongkok.

Suatu siang  di bulan januari  2016 , akhirnya kaki ini benar menjejakkan tanah utara Jawa di Bumi Kartini yang bernama Lasem. Pemandangan serupa di sepanjang jalur pesisir utara Jawa, seketika berubah ketika memasuki kawasan pecinan di Lasem. Sebuah kota kecamatan di Kabupaten Rembang, di pesisir utara Jawa Tengah.

Little Tiongkok, begitulah Lasem dikenal. Nuansa pecinan yang kental mewarnai kawasan perumahan tua di sana. Deretan bangunan berumur ratusan tahun ini memang seolah dibawa dari Tiongkok dan dihadirkan di kecamatan yang pernah didatangi Laksamana Cheng Ho tersebut.

Jauh sebelum kedatangan Cheng Ho, sejumlah bangunan telah didirikan masyarakat Tionghoa yang membentuk pemukiman di dekat Sungai Babagan. Bayangan kota kecil Lasem masa lalu dengan kultur peranakan dan reputasi perdagangan internasionalnya terungkap, bukan saja dari pustaka dan cerita.

Memasuki pecinan dengan rumah-rumah tinggi besar berarsitektur langgam Cina yang dibungkus tembok, menyiratkan kemampuan ekonomi pemiliknya yang sejahtera. Konon, selain kayu, batik, dan garam yang dikirim lewat pelabuhan Lasem, candu adalah komoditas yang turut didistribusikan.

Melihat sudut-sudut kota itu kini, menyusuri lorong-lorong perkampungan hingga mengunjungi kelenteng-kelenteng dan bangunan tua lainnya, serta menatap sungai yang kini telah menyempit. Mata ini seolah tak berkedip, mulut ini tak berhenti berdecak kagum, dan angan seolah melayang ke masa itu.,di tahun
delapan puluhan ,dulu pernah  main ke tempat sahahabat  yg dinas di salah satu rumah gadai ;

Lasem, kota kecil dengan penduduk yang ramah dan sebagian besar adalah keturunan Tionghoa yang tak melupakan budaya warisan leluhurnya. Maka di Lasem banyak dijumpai bangunan-bangunan bercorak Tiongkok.

  




Klenteng Poo An Bio di Lasem












Senin, 25 Januari 2016

Waduk Gajah Mungkur Wonogiri

Waduk Gajah Mungkur Wonogiri Jawa Tengah, Tempat Wisata Terindah - Waduk Gajah Mungkur merupakan salah satu tempat wsiata yang paling populer di Kabupaten Wonogiri. Membicarakan kabupaten yang satu ini tak lengkap rasanya apabila tidak membahas waduk yang cukup terkenal ini. Waduk Wonogiri merupakan waduk yang dibangun dengan membendung aliran air sungai Bengawan Solo. Waduk ini bertujuan untuk tujuan pertanian, yaitu dapat menyediakan air irigasi bagi lahan pertanian di Kabupaten Sragen, Karanganyar, Sukoharjo dan Klaten. Selain utnuk tujuan pertanian, waduk ini juga difungsikan sebagai pembangkit tenaga listrik atau PLTA. Waduk Gajah Mungkur dibangun diatas tanah seluas 8800 ha dan mulai dibangu pada tahun 1978. Banyak kontroversi seputar pembangunan Waduk Gajah Mungkur ini, salah satunya adalah pemindahan penduduk yang terdapat di lokasi pembangunan waduk. Pemindahan ini dilakukan dengan cara transmigrasi bedol desa ke wilayah Provinsi Sumatera Barat. Saat iniWaduk Gajah Mungkur juga dikembangkan untuk pariwisata yang sangat potensialbagi Kabupaten Wonogiri.
Salam Gowes




Gambar Waduk Gajah Mungkur Wonogiri









Rabu, 20 Januari 2016

sekilas certa tentang solo

Sekilas Cerita Tentang Solo

Banyak orang masih bingung terhadap istilah Solo, Sala atau Surakarta. Solo, menurut kami, merupakan sebutan populer untuk Kota Surakarta. Bahkan, karena kelewat populernya, banyak yang mengira Surakarta itu bagian dari Solo, atau bahkan berada di luar Solo.
Padahal, Surakarta adalah nama resmi yang digunakan untuk berbagai keperluan administratif tata pemerintahan/kenegaraan. Kota Surakarta sendiri merupakan bentuk apresiasi Pemerintah Republik Indonesia atas keberadaan Kraton Surakarta Hadiningrat, yang merupakan negara/kerajaan mandiri sebelum Republik Indonesia diproklamirkan. Kraton Surakarta, tak lain adalah kerajaan penerus Dinasti Mataram, yang dipimpin oleh seorang Sunan dan rajanya bergelas Paku Buwana.
Sedang Sala berasal dari nama desa yang kini menjadi kompleks Kraton Surakarta. Menurut sejarah, Kraton Kartasura dianggap sudah tidak aman dan nyaman dijadikan pusat pemerintahan. Pada akhir abad ke-18, Raja Paku Buwana II yang baru berusia 16 tahun, menghadapi situasi politik yang gawat. Di Batavia, Kumpeni Belanda membinasakan 10.000 keturunan Cina. Sementara, Kraton Kartasura juga menghadapi serbuan Raden Mas Garendi atau Sunan Kuning dari Semarang, sehingga kraton dianggap tidak aman.
Lalu, dicarilah tempat-tempat baru, hingga akhirnya dipilih Desa Sala, kira-kira 10 kilometer ke arah timur Kartasura. Konon, Desa Sala berasal dari nama sesepuh desa yang dikenal dengan nama Kyai Sala atau Ki Gede Sala. (Kitab Solo, Arswendo Atmowiloto, 2008).
Clockwise: Skyline of Solo, Omah Sinten, Pura Mangkunagaran, Sriwedari, Windujenar Market
Salam Gowes


candi cetho

Perjalanan ke Candi Cetho adalah sebuah tantangan keberanian dan uji nyali tersendiri. Hanya bisa dicapai melalui jalan aspal sempit yang menanjak curam dan berkelok-kelok melewati Kebun Teh Kemuning. 
Rasa was-was dan takut akan terbayar lunas begitu sampai di kompleks candi. Sejuknya udara pegunungan dan indahnya pemandangan alam akan menjadi teman setia menjelajahi Candi Cetho.
Nama Cetho sendiri merupakan sebutan yang diberikan oleh masyarakat sekitar, yang juga adalah nama dusun tempat situs candi ini berada. Cetho dalam Bahasa Jawa mempunyai arti 'jelas'.
Disebut Cetho, karena di dusun ini orang dapat melihat dengan sangat jelas pemandangan pegunungan yang mengitarinya yaitu Gunung Merbabu, Gunung Merapi, Gunung Lawu, dan di kejauhan tampak puncak Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing. 
Selain itu dari dusun ini kita juga disuguhkan dengan pemandangan luas Kota Solo dan Kota Karanganyar yang terbentang luas di bawah. 
Kompleks candi ini masih digunakan oleh penduduk setempat dan juga peziarah yang beragama Hindu sebagai tempat pemujaan. Candi ini juga merupakan tempat pertapaan bagi kalangan penganut kepercayaan asli Jawa atau Kejawen.
Salam Gowes

s

Sabtu, 09 Januari 2016

Pesanggrahan langenharjo

Berlokasi di sebelah utara Sungai Bengawan Solo. Pesanggrahan Langenharjo didirikan oleh Sunan Paku Buwono IX tahun 1870 dan dilanjutkan oleh Sunan Paku Buwono X. Konon tempat ini digunakan oleh keluarga Kasunanan Surakarta untuk istirahat. Pesanggrahan Langenharjo, terletak di sisi utara sungai Bengawan Solo tepatnya berada di Desa Langenharjo, Rt 03 Rw II Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo. Tempat ini didirikan memang dekat dengan Bengawan Solo sehingga pada saat terlaksananya pelurusan sungai Bengawan Solo tempat ini menjadi terpotong pada bagian depan sebelah kanan. Saat ini tepatnya di pinggir Bengawan Solo yang hanya dibatasi oleh tanggul untuk mencegah banjir saat meluapnya Bengawan Solo. tempatnya mudah dijangkau, karena berada di lintas jalan menuju jurusan Wonogiri sehingga apabila dari jenbatan Bacem tinggal berjalan menyusuri tanggul kearah barat

Salam Gowes


 

Kamis, 07 Januari 2016

Umbul pluneng Klaten

Kebonarum ~ Warga masyarakat Klaten sudah sepatutnya bersukur kepada Tuhan YME,atas kemurahan rizky yang telah diberikanNya diantaranya berupa sumber air bersih yang cukup berlimpah.Tentu tidak asing lagi bagi warga Klaten dan sekitarnya nama-nama sumber air alami seperti Jolotundo,Cokrotulung,Brintik dan Pluneng.Sumber air yang berupa umbul ini difungsikan untuk destinasi pariwisata dan wahana olah raga air yang sangat menarik.

Khusus umbul Pluneng berada di padukuhan Pluneng,desa Pluneng,kecamatan Kebonarum ,kabupaten Klaten.Lokasinya cukup strategis ,dan mudah di jangkau dengan kendaraan roda dua maupun empat.Kira-kira 5 kilometer arah barat dari kota Klaten atau 3 kilometer utara Pabrik Gula Gondangbaru melewati jalan yang cukup mulus.

Ada dua pemandian di lokasi ini,yang pertama berada di sisi timur jalan dengan nama Umbul Tirto Mulyani,atau lebih dikenal dengan sebutan Umbul Cilik.Ada juga warga yang menamainya Umbul Wadon.Memiliki kedalaman air sekitar 1,5 meter.Kejernihan air umbul ini menyebabkan terlihatnya dasar kolam secara jelas.Disebut umbul Wadon karena pemandian ini banyak dimanfaatkan oleh kaum perempuan.Kolam pemandian terbagi dua bagian dan ditengahnya terdapat sebuah arca kuna yang masih utuh.


    


Yang kedua berlokasi di barat jalan tepatnya dipinggir barat kampung terkenal dengan nama Umbul Tirto Mulyo atau familiar dengan sebutan Umbul Gedhe.Pemandian umbul besar ini terbagi menjadi tiga bagian,pertama untuk orang dewasa dengan kedalaman air 2,5 meter,kedua untuk remaja kedalaman air 2meter dan ketiga untuk anak-anak antara 1 – 1,5 meter.Seperti Tirto Mulyani disini kebeningan air umbul juga menyebabkan terlihat benda-benda yang berada didasar kolam secara jelas. 








Salam Gowes






Rabu, 06 Januari 2016

Candi Merak

Candi Merak tepatnya berada di padukuhan Candi,desa Karangnongko,kabupten Klaten,provinsi Jawa Tengah. Menurut Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah luas kompleks candi Merak sekitar 2.000 meter persegi.Candi Merak terdiri dari satu candi induk yang menghadap ke timur dan tiga candi perwara yang semua menghadap ke barat ke arah candi induk. Candi induk berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 8,38 x 8,38 m,tinggi 12 meter. Penampil candi berukuran panjang 155 cm dan lebar 160 cm. Pipi tangga berukuran panjang 230 cm dan lebar 252 cm.Di dalam Candi Merak terdapat Lingga Yoni yang berada di dalam bilik candi utama. Selain Lingga Yoni terdapat pula arca Durga yang menempati relung utara dan Ganesha yang berada di relung barat. Selain itu terdapat arca-arca lain di sekitar halaman candi Merak seperti Nandi dan dewa-dewa lain dalam agama Hindu ,sesuai sifatnya yakni candi Hindu.
Menurut salah seorang petugas penunggu , candi ini dibuat pada zaman Mataram Kuna.Pada masa Wangsa Syailendra yang menganut agama Hindu Syiwa.Pertama kali ditemukan sekitar tahun 1925. Saat itu candi berada pada sebidang lahan yang ditumbuhi sebatang pohon Joho raksasa. Rupanya rimbunnya  pohon Joho menyebabkan banyak burung Merak bertengger dan tidur di atas pohon setiap hari. Saking tuanya umur pohon Joho , suatu ketika pohon tersebut roboh.Dibawah perakaran pohon besar itu ternyata tersimpan reruntuhan sebuah candi yang ditemukan berupa arca dan bebatuan.Candi yang ditemukan saat itu belum memiliki nama,mengingat pohon Joho yang tumbuh kala itu dijadikan “rumah” burung Merak maka sebagai tetenger candi tersebut  dinamakan “Candi Merak”
 GoImage result for candi merak klaten
Image result for candi merak klaten

Selasa, 05 Januari 2016

Umbul Pengging

Umbul Pengging adalah sebuah kompleks pemandian peninggalan Kasunanan Surakarta terletak di Desa Dukuh,Kecamatan BanyudonoKabupaten BoyolaliProvinsi Jawa TengahIndonesia. Pemandian ini dibangun oleh Raja Kasunanan Surakarta yaitu Sri Paduka Pakubuwono X.
Menurut cerita masyarakat setempat, pada awalnya pemandian ini merupakan tempat bersantai raja dan keluarganya. Hal ini tampak dari bangunan tempat peristirahatan yang berada di dekat kolam pemandian ini. Pada zaman dahulu, pemandian ini tidak dibuka untuk masyarakat umum. Namun seiring berjalannya waktu, Pemandian Umbul Pengging kini bebas dimasuki setiap pengunjung yang ingin menikmati keindahan pemandangan taman dan kesejukan airnya. Umbul Pengging merupakan kawasan wisata yang memadukan antara wisata sejarah, wisata budaya, dan wisata alam dalam satu kawasan.

Sejarah Pengging

Pengging adalah nama kuno untuk suatu wilayah yang sekarang terletak di antara Solo dan Yogya (kira-kira mencakup wilayah Boyolali dan Klaten serta mungkin Salatiga). Pusatnya sekarang diperkirakan terletak di Banyudono, Boyolali.
Nama Pengging disebut-sebut dalam legenda Rara Jonggrang tentang pembangunan kompleks Candi Prambanan. Selanjutnya, dalam sejumlah babad yang menerangkan penyebaran agama Islam di selatan Jawa wilayah ini kembali disebut-sebut, dengan tokohnya Ki Ageng Pengging. Tokoh ini dikenal sebagai pemberontak di wilayah Kesultanan Demak. Kalangan sejarah di Jawa banyak yang menganggap bahwa Pengging adalah cikal-bakal Kerajaan Pajang, kerajaan yang mengambil alih kekuasaan di Jawa setelah Kesultanan Demak runtuh.
Semenjak berkembangnya Kesultanan Mataram dan masa-masa selanjutnya, wilayah Pengging kehilangan kepentingannya dan pusat pemerintahannya berangsur-angsur menjadi tempat untuk pelaksanaan ritual bagi keluarga penerus Mataram. Pengelolaan situs sejarah ini pada masa kolonial dilakukan oleh pihak Kasunanan Surakarta dan sekarang tanggung jawab berada di tangan Pemerintah Kabupaten Boyolali.

Senin, 04 Januari 2016

Pantai Baru Bantul

Pantai baru, pantai ini bisa dikatakan sebagai pantai paling muda di kawasan Yogyakarta. Pantai ini terletak di Kabupaten Bantul, tepatnya di Dusun Ngentak, Poncosari, Srandakan. Untuk mencapai pantai ini, sangatlah mudah bahkan tidak perlu membuka google maps atau wikimapia. Kalau mau berwisata ke pantai ini, tinggal ikuti Jalan Raya Bantul hingga Palbapang lalu belok ke kanan menuju Jalan Raya Srandakan. Terus saja hingga ketemu Jembatan Kali Progo. Ambil jalan ke kiri tepat sebelum jembatan Progo. Ikuti saja jalan aspal, hingga menemukan plang penunjuk arah Pantai Baru.